Upacara Adat ini di angkat tradisi oleh masyarakat Purworejo, Pacitan, East Java. Kejadian masa silam, dikisahkan seorang warga desa yang memperoleh “wisik” (petunjuk dari Allah) agar turun hujan, maka mereka melaksanakan upacara “Mantu Kucing”. Waktu itu para sesepuh musyawarah untuk
melaksanakan upacara “Mantu Kucing”.
.Upacara adat ini secara tradisional diadakan di tepi sebuah aliran sungai, tempat kucing betina yang dinikahkan dipelihara. Istilah "Mantu Kucing" tidak ubahnya seperti orang yang melakukan pernikahan dua anak manusia, Hanya dalam upacara ini yang dinikahkan adalah dua ekor kucing.. Kucing Betina dari Desa Purworejo dan Kucing Jantan dari desa Tetangga dari Desa Arjowinangun.. kata narasumber. sekalipun yang dinikahkan adalah seekor kucing, masyarakat tetap menyebutnya dengan istilah pengantin..
****
Upacara adat ini bisa dilaksanakan jika syarat-syarat yang ditentukan sudah dilengkapi. Syarat-syarat untuk melakukan upacara adat ini antara lain :
2. - Orang yang dianggap mempunyai kemampuan spiritual (sesepuh desa)
3. - 2 ekor kucing (jantan dan betina)
4. - Warga desa yang ikut menyaksikan dan sekaligus menjadi saksi
****
Sedangkan proses untuk melaksanakan upacara Mantu Kucing ini sendiri sebagai berikut :
2. Salah satu warga yang dianggap sesepuh memimpin jalannya upacara yang diawali dengan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
3. Meletakkan Sesaji dipinggir sungai sambil terus berdoa.
4. Mulai menikahkan 2 ekor kucing berdekatan dengan letak sesaji tersebut.
5. Setelah prosesi pernikahan selesai, sepasang kucing tersebut diarak keliling kampung dengan berjalan kaki.
****
Keterangan Upacara
Upacara adat “MantuKucing” menggunakan music pengirng selawatan, yang ritual dan mengacu ke tradisi Khataman Nabi. Dialog-dialog khas tampak diucapkan oleh:
1. Dialog pasrah pihak penganten wanita yang diucapkan oleh ibu Kepala Desa Arjowinangun, ditujukan kepada Bapak penganten laki-laki (Kepala Desa Purworejo).
2. Dialog “penampi” (penerimaan) yang diucapkan oleh pihak penganten laki-laki (Kepala Desa Purworejo) ditujukan kepada ibu Kepala Desa Arjowinangun.
3. Dialog pasrah pihak penganten (Kepala Desa Purworejo) kepada sesepuh desa/ kakek/ mbah Dullah.
4. Monolog sesepuh desa (kakek) yang memimpin upacara adat di saksikan oleh seluruh warga masyarakat yang menghadiri (mangestreni) rangkaian kata-kata doa/ pengucapan mantra-mantra menjelang pelaksanaan “kembul bujana punaru”.
Pernyataan sesepuh desa bahwa upacara telah selesai, segenap warga diminta pulang ke rumah masing-masing dengan selamat (raharjo slamet, ora ana alangan apa-apa).
2. Dialog “penampi” (penerimaan) yang diucapkan oleh pihak penganten laki-laki (Kepala Desa Purworejo) ditujukan kepada ibu Kepala Desa Arjowinangun.
3. Dialog pasrah pihak penganten (Kepala Desa Purworejo) kepada sesepuh desa/ kakek/ mbah Dullah.
4. Monolog sesepuh desa (kakek) yang memimpin upacara adat di saksikan oleh seluruh warga masyarakat yang menghadiri (mangestreni) rangkaian kata-kata doa/ pengucapan mantra-mantra menjelang pelaksanaan “kembul bujana punaru”.
Pernyataan sesepuh desa bahwa upacara telah selesai, segenap warga diminta pulang ke rumah masing-masing dengan selamat (raharjo slamet, ora ana alangan apa-apa).
Sumber :
1. Disbudparpora kab.Pacitan
Mantu Kucing:
Mantu Kucing:
Mantu Kucing:
Mantu Kucing:
Mantu Kucing:
Mas, apakah sekarang masyarakat masih aktif melakukan ritual tersebut ya? Apabila iya, tiap bulan apa ya mas ritual tersebut di laksanakan? Tq
BalasHapus